Takkala Muhammad bin Al-Qasim Rahimahullah membuka kota Sayustan,
maka datanglah kepadanya seorang mata-mata untuk kaum Junah (yang tinggal di
suatu desa di daerah Sayustan). Lalu dia masuk ke perkemahan Arab untuk
membacakan beberapa pengumuman. Kemudian tibalah waktu shalat. Maka salah satu
diantara tentara kaum Muslimin mengumandangkan adzan dengan suara yang sangat
indah penuh dengan kekhusyukan lagi menyentuh hati. Kemudian berbarislah semua
komandan dan tentara pada shaf (barisan) yang sangat panjang lagi
sangat teratur dan rapi di belakang panglima mereka, sang imam, seorang pemuda
yang shalih dialah Muhammad bin Al-Qasim untuk melaksanakan shalat
sebagaimana biasanya.
Takkala seorang laki-laki as-Sindi melihat tata cara seperti ini, maka masuklah ke dalam hatinya perasaan heran bercampur takut yang sangat aneh. Lalu diapun pergi menuju kaumnya untuk mengabarkan keadaan mereka dengan apa yang dia lihat. Dia menceritakan kepada kaumnya tentang perasaannya yang belum mendapati penjelasan yang jelas. Maka masuklah ke dalam hati mereka (kaumnya) rasa takut, lalu mereka mengatakan, “Apabila orang Arab bersatu dan berpegang teguh dengan bentuk semacam ini, sedangkan ini adalah waktu yang sangat genting, maka tidaklah mungkin mereka untuk bisa dikalahkan sampai kapanpun.”
(Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami li Biladi Sindi oleh Dr. Abdullah Ath-Tharazi 1/175 dan 358)
“Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Shalat jama’ah itu lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian’.” (Muttafaq ‘alaihi)
Takkala seorang laki-laki as-Sindi melihat tata cara seperti ini, maka masuklah ke dalam hatinya perasaan heran bercampur takut yang sangat aneh. Lalu diapun pergi menuju kaumnya untuk mengabarkan keadaan mereka dengan apa yang dia lihat. Dia menceritakan kepada kaumnya tentang perasaannya yang belum mendapati penjelasan yang jelas. Maka masuklah ke dalam hati mereka (kaumnya) rasa takut, lalu mereka mengatakan, “Apabila orang Arab bersatu dan berpegang teguh dengan bentuk semacam ini, sedangkan ini adalah waktu yang sangat genting, maka tidaklah mungkin mereka untuk bisa dikalahkan sampai kapanpun.”
(Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami li Biladi Sindi oleh Dr. Abdullah Ath-Tharazi 1/175 dan 358)
Mutiara Kisah
1. Tidak boleh
meninggalkan shalat sekalipun di saat yang sangat genting (misalnya di saat
peperangan sedang berlangsung) dan juga dalam keadaan sakit, tetaplah shalat
diwajibkan.
2. Hendaknya
pemimpin menjadi imam dalam shalat karena seorang pemimpin lebih berhak untuk
menjadi imam.
3. Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla memasukkan rasa takut ke dalam hati musuh disebabkan
ketaatan hamba Allah.
4. Shalat itu
adalah sebagai ajang untuk menampakkan kesatuan dan persaudaraan, serta
bersatunya kaum Muslimin seakan-akan mereka ini adalah satu jasad.
5. Telah masuk
di hati seorang laki-laki as-Sindi perasaan yang mengherankan dan perasaan
takut yang aneh disebabkan karena shalat. Oleh karenanya, Allah Azza wa
Jalla berfirman:
وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ
وَالصَّلاَةِ....
Dan mohonlah dengan
sabar dan shalat...(2:45)
6. Keutamaan
shalat jama’ah.
Di antaranya adalah hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam:
عَنِ ابْنِ
عُمَرَرضى
الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: (صَلاَةُ اْلجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ
بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
“Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Shalat jama’ah itu lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian’.” (Muttafaq ‘alaihi)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang pergi ke masjid maka Allah akan sediakan baginya tempat di surga selama
dia pulang pergi ke masjid.” (Muttafaq ‘alaihi)
Disalin dari Majalah Al-Furqon,
Edisi ke 4, Tahun ke 12, Dzulqo’dah 1433H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar