Buku karya ustadz Abu Ahmad Zaenal Abidin, upaya membongkar dunia klenik dan perdukunan |
Wiridan
sih sah-sah saja. Bahkan wirid sendiri sangat dianjurkan dalam Islam. Tentunya,
selama hal itu tidak bertentangan dengan ajaran Rasulullah. Lain halnya bila
wiridan itu diembel-embeli dengan puasa beberapa hari atau ritual tertentu
lainnya. Bukan apa-apa. Maksud hati ingin memperoleh ketenangan batin, tapi
yang didapat justru sebaliknya. Diikuti oleh jin yang mengaku sebagai khadam.
Istilah lain untuk pembantu atau pelayan dari bangsa jin.
Inilah kenyataan yang dialami oleh Firmansyah, pemuda asli Betawi. Pemuda ini mengkisahkan pengalamannya kepada majalah Ghoib di rumahnya Menteng, Jakarta Selatan.
Inilah kenyataan yang dialami oleh Firmansyah, pemuda asli Betawi. Pemuda ini mengkisahkan pengalamannya kepada majalah Ghoib di rumahnya Menteng, Jakarta Selatan.
Sewaktu
sekolah Aliyah dulu, sekitar tahun 1996, saya mengalami suatu peristiwa yang
membawa saya ke dalam pengembaraan panjang. Sebagai seorang pemuda yang
bergelut dengan dunia jin melalui wiridan.
Wiridan
yang Ternyata Penuh Jin
Saat
kelas 3 Aliyah saya mempelajari wiridan miftahul hizb. Wiridan-wiridan
itu saya baca semua kemudian saya berdoa “Ya Allah, hamba mohon di berikan ilmu
dhahir batin dan ditunjukkan jalan ilmunya Rasulullah”. Setelah mengamalkan
wiridan itu setiap hari maka pada hari ke 13, 14 dan 15 saya berpuasa Ramadhan.
Katanya wiridan itu tanpa menggunakan khadam dari jin. Katanya, ilmu yang
dihasilkan dari wiridan ini berasal langsung dari kemukjizatan Rasulullah.
Mendengar penjelasan yang demikian waktu itu saya percaya begitu saja.
Hasil
pengalaman wiridan ini, diluar dugaan saya. Yang dulunya saya sering kesurupan,
tapi sekarang berbalik. Saya bisa mengobati orang kesurupan. Selain itu, saya
juga bisa menerawang.
Ya,
saya bisa menebak watak seseorang yang belum saya kenal sama sekali, suatu hari
saya bertemu seseorang lalu saya menerawang dia, “Kamu orangnya pemarah, egois.
Kamu juga sedang menghadapi masalah”. Dia binggung, “Lho kok kamu tahu gitu”.
“Ya saya tahu saja. Kamu bermasalah dengan atasan kamu, kan?” kata saya lagi.
Akhirnya dia semakin terpana dan semakin tertarik dengan terawangan
saya.kemudian saya menerawang temannya, “Orangnya putih, hidungnya mancung dan
rambutnya agak ikal”. “Lho kok kamu tahu!” Teman baru saya itu semakin
terbengong-bengong. Sebenarnya semua yang saya katakan itu tergambar dengan
jelas dipikiran saya begitu saja.
Pada
kesempatan lain, ada seorang tetangga yang kehilangan burung. Akhirnya ia bertanya
kepada saya. Dan dengan reflek tangan saya bergerak, “seeet” “Tuh burungnya ada
disitu”. Tangan saya menunjuk kearah tertentu. Akhirnya tetangga itu
menyebutkan nama satu persatu. “Namanya si Arman”. “Bukan” kata saya sambil
tangan saya mengisyaratkan tidak benar. “Namanya si Atong” katanya lagi. “Iya,
benar itu dia”. Akhirnya burungnya di cari dan ketemu. Betapa malunya si
pencuri yang ketangkap basah itu. Tapi anehnya keesokan harinya saya kehilangan
motor. Kemudain saya mencoba menerawang dengan ilmu saya. Saya tunjuk ini dan
itu. Tapi tidak bisa menemukan motor itu hingga sekarang.
Rupanya
keahlian saya itu, mengantarkan bapak dan adik saya untuk mempelajari ilmu
sejenis. Meski mereka belajar dari guru yang berbeda. Nah, untuk membuktikan
ilmu perguruan mana yang lebih hebat, akhirnya saya dan bapak sepakat untuk
diadakan uji kekuatan. Tempatnya dirumah saya. Saat itu, ada tiga orang yang
mengetes saya. Setelah pasang kuda-kuda kemudian saya dipukul. Ternyata pukulan
itu mengenai wajah saya dan tidak bisa saya elakkan. Padahal sebelumnya saya
bisa menghindari dan mementalkan pukulan siapa saja. Saya belum menyerah. Dan
dilakukan pengujian ulang. Saya bertahan dengan cara lain, tapi saya tetap kena
pukulan. Akhirnya saya mengaku kalah dan berguru dengan mereka, untuk
mempelajari ilmu karamah. Peristiwa ini terjadi pada tahun pertama ketika saya
kuliah di UIN.
Sebelum
dibaiat atas keberhasilan mempelajari ilmu karamah, saya disuruh puasa tiga
hari dan membaca wiridan juga selama tiga hari, “Ya Allah. Ya rasulullah. Ya
syaikh Abdul Qadir Jailani disuhunkeun karomahna ku abdi gusti suryajana negara
(Ya Allah. Ya Rasulullah Ya shaikh Abdul Qadir Jailani dimintakan karamahnya
kepada saya gusti suryajana negara) Ia haula wala quwata illa billahil aliyil
adhim” kemudian di test. Orang yang memukul saya itu terpental semua.
Setelah
mengamalkan wiridan ini, saya merasakan adanya perubahan. Orang jadi takut sama
saya. Sebaliknya, saya menjadi lebih berani. Pernah saja terjebak tawuran
pelajar. Ketika saya ditipuk dengan batu, tiba-tiba batu itu terpental sendiri
sebelum mengenai saya. Akhirnya para pelajar itu kabur, ketakutan. Kondektur
bis juaga takut. Saya pernah marah dengan kondektur. Hanya gara-gara kurang
ongkos. Waktu itu tarif bis mahasiswa hanya seratus sementara penumpang umumnya
membayar limaratus. Kebetulan, saya membayar tigaratus. Tapi kondektur bis itu
tidak percaya. “kalau kamu mahasiswa bayar seratus juga saya terima”, kata
kondktur itu. “Ya sudah kalau berani sini, “saya menantangnya. Ketika sudah
dekat, dia ketakutan. Sepertinya ia melihat sesuatu yang menakutkan.
Selain
ilmu diatas, saya juga mempelajari dua ilmu lainnya. Yang pertama adalah ilmu
kebal dan yang kedua wirid sakran. Saya tidak tahu, mengapa saya haus berbagai
macam jenis ilmu. Sehingga saya sering berguru dari satu tempat ke tempat
lainnya. Misalnya, saat itu saya juga belajar wirid sakran. Wiridan itu
diamalkan setiap selesai shalat wajib selama tujuh minggu dan puasa senin-kamis
selama tujuh minggu juga. Dengan niat “Aku niat puasa sunnah karena Allah untuk
amalan wirid syaikh Habib Ali Abu Bakar As-Sakran”.
Sesudah
seluruh ritual dalam tujuh minggu itu selesai, malamnya saya bermimpi sampai
dua kali. Mimpi pertama adalah mimpi basah. Dan setelah bangun kemudian tidur
kembali saya bermimpi berada disebuah masjid yang besar di wilayah Tarim, salah
satu daerah di Hadhramaut, Yaman. Didalam masjid itu saya bertemu dengan orang
tua. Yang memperkenalkan dirinya sebagai Habib Muhammad bin Abdul Rahman
Assegaf. Kemudian ia menuntun saya berdoa di samping makam habib Ali bin Abu
Bakar As-Sakran.
Beberapa
hari kemudian, saya ceritakan mimpi itu kepada guru. Katanya mimpi itu menjadi
wangsit bahwa wiridan saya sudah disahkan. Selang beberapa hari kemudian,
ketika sedang berbaring di tempat tidur, tiba-tiba saya mendengar suara yang
tidak saya ketahui dari mana sumbernya, “Assalaamu‟alaikum. Sekarang tuan adalah majikan saya.dan saya
adalah khadam tuan”.
Beberapa
hari berikutnya saya sering kesurupan setelah tarawih di mushola. Di tengah kerumunan
jamaah laki-laki. “Assalaamualaikum. Kenalkan nama saya Abdul Lathif”. Anehnya
banyak jamaah yang bahkan menjadikan jin yang merasuk ke tubuh saya sebagai
teman bercanda. “Namanya siapa ki?” tanya sebagian jamaah. “Nama saya Abdul
Lathif. Saya dari Baghdad. Saya khadamnya Firmansyah”. Terus banyak yang minta
macam-macam. “Saya minta jodoh dong?” pinta seorang dari mereka. “Lu, yang
cocok sama lu orangnya yang pendek, “kata Abdul Lathif melalui mulut saya.
Mendengar jawaban itu, sontak jamaah tertawa terpingkal-pingkal.
“Saya
minta nomer togel nih, “Tapi jin itu langsung menggerakkan tangan saya untuk
mengambil buah dan melempar yang meminta, “Maksiat nanya-nanya sama gue, kata
jin Abdul Lathif.
Pernah
juga jin yang merasuk ke tubuh saya itu mengambil kopi dan meminumnya, “nih,
air bekas saya ini berkah” tak tahunya jamaah yang berada di sekitar saya
langsung berebut meminum kopi itu. Peristiwa seperti ini terjadi sekitar
sepuluh kali selama Ramadhan. Dan waktunya selalu setelah tarawih. Sebelum pergi
jin itu pamitan dulu, “Sudah tidak ada perlu lagi dengan saya? Saya pergi dulu
ya. Assalaamualaikum”. Setelah peristiwa demi peristiwa itu ,akhirnya banyak
yang konsultasi dengan saya. Dan, untuk menjawabnya, saya gabungkan saja
berbagai keilmuan yang saya miliki.
Sehabis
Ramadhan, jin Abdul lathif masih sering merasuk ke tubuh saya. Bahkan saat saya
sedang mengajar anak-anak remaja. Disini dia mulai mengisi anak-anak remaja
itu. “Ki, saya sering lewat daerah-daerah tawuran. Minta penjagaan dong?” pinta
seorang anak. “Ya, sini! Kamu baca “Asyhadualla ilaha ilallah. Asyadu anna
Muhammadurrasulullah. La haula wala quwwata ila billah”. Lalu ia menjabat
tangan anak yang diberi ilmu.
Pada
mulanya, jin Abdul lathif baru datang setelah saya panggil. Dengan membaca
Alfatihah untuk nabi. Kemudian shalawat untuk habib yang menciptakan wiridan
ini. Setelah itu, saya memanggil “Ya Lathif” sambil menjejak bumi tiga kali.
Setelah itu jin Abdul Lathif datang dan merasuk ke tubuh saya. Tapi
lama-kelamaan kedatangannya tidak bisa saya kendalikan.
Awal Datangnya Hidayah
Aktifis
pengajian anak remaja, terus menggiring saya untuk berkenalan dengan beberapa
aktifis dakwah lainnya. Nah, dari sini saya sering tukar pengalaman dan berbagi
cerita. Sejujurnya, saya katakan pada mereka bahwa saya punya ilmu-ilmu
tertentu. Yang waktu itu, saya menyebutnya ilmu kemukjizatan. Saya juga punya
khadam dari jin dan menurut saya meminta bantuan jin juga tidak apa-apa.
Pendapat saya ini di bantah oleh teman-teman. “Lho, itukan bacaan-bacaan
islami. Bacaan shalawat. Bacaan-bacaan Alquran”, saya mencoba beradu
argumentasi. “Walaupun itu Asmaul Husna, tapi kalau itu buat kebal saya tidak
percaya”, kata teman saya.
Seiring
dengan semakin lama berinteraksi dengan mereka, saya merasa ada keanehan. Badan
saya panas setiap hari. Saya juga sakit flu tidak henti-hentinya. Dan, setelah
membaca artikel di majalah Ghoib, saya mulai meragukan kebenaran jalan yang
saya tempuh selama ini.
Hal
ini semakin di perparah dengan situasi rumah tangga yang sedikit mengalami
goncangan. Dari sini saya mulai tidak yakin akan kebenaran ilmu saya. Akhirnya
saya pergi ke majalah Ghoib. Saat tiba dikantor majalah Ghoib, saya merasa
takut sekali. Kepala saya bergetar tanpa dapat saya kendalikan. Tidak seperti
biasanya. Kemudian saya diterapi ustadz Junaidi. Saat itulah jin yang bersarang
di tubuh saya dikeluarkan. Pada ruqyah pertama saja, kata ustadz Junaidi ada
sekitar sepuluh jin yang keluar, tentu menurut pengakuan jin itu. Ada jin Abdul
Jabbar, jin Konghuchu, jin Kristen, Jin Budha dan yang paling bandel keluarnya
adalah jin Abdul Lathif.
Ketika
jin Abdul Lhatif diruqyah ia berbicara dengan ustadz Junaidi dengan bahasa
arab. “Saya dari Bagdad. Cuma saya lama di Surabaya, “katanya. “Kenapa kamu
masuk ke orang ini?” tanya ustadz Junaidi. “Siapa suruh. Yang baca wiridan itu
dia. Ya, saya masuk. Kalau wiridan itu tidak di baca, saya tidak masuk”, kata
jin Abdul Lhatif lagi. “berarti kamu telah sesat dan menyesatkan” bentak ustadz
Junaidi. Mendengar bentakan itu jin Abdul Lathif hanya bisa diam. Kemudian jin
itu berdoa seraya meminta pertolongan kepada Ali. “Ya Ali. Anqidzni (Tolonglah
aku)”. “Jin, doamu ini syirik”, kata ustadz Junaidi. “saya kan tawasul,
ustadz”, ujar jin itu mempertahankan diri. “Tawasul dengan dzat selain Allah
itu berarti syirik”, kata ustadz Junaidi. “Tidak. Ini tidak syirik. Saya
berpegang teguh dengan manhaj Zainal Abidin”, kata jin Abdul Lathif masih
membandel. Dia susah dikeluarkan. Karena badan saya sudah kecapekan, akhirnya
ruqyah hari itu diakhiri juga. Meski sebenarnya saya masih merasa bahwa jin
Abdul Lathif itu belum bisa dikeluarkan. Karena itu ustadz Junaidi menyuruh
saya untuk datang lagi minggu depan. Disamping itu saya dianjurkan untuk terus
berdzikir dan melakukan terapi ruqyah secara mandiri. Alhamdulillah setelah
terapi ruqyah yang keenam, sekarang saya sudah baik kembali tinggal sedikit
pusing di kepala bagian belakang. Begitulah sepenggal kisah yang saya yakin
banyak dialami oleh orang lain, bergelut dengan dunia jin tanpa disadarinya.
Atau bahkan sebagian orang menganggap ini merupakan suatu kelebihan yang
diberikan Allah. Namun, pada akhirnya saya harus mengakui bahwa pendapat yang
demikian itu salah. Saya berharap kisah ini dapat menjadi renungan tersendiri,
bagi siapapun yang berkenan.
Bedah
Kesaksian
Inilah
kisah seorang pemuda Betawi yang mempunyai semangat tinggi untuk mempelajari
agama. Seperti layaknya Betawi di masa lalu yang masih kental dengan
keislamannya. Demikian juga dengan Firmansyah. Berpindah dari satu guru ke guru
yang lain, dari satu kyai ke kyai yang lain, dari satu habib ke habib yang
lain.
Tapi
apa daya, niat baik itu tidak sampai kepada tujuan yang baik. Seperti yang
dinyatakan oleh Abdullah bin Mas‟ud, “Betapa banyak orang yang
berniat menuju kebenaran tetapi tidak sampai kepada kebenaran itu”.
Untuk
itulah, ukuran kebaikan tidak bisa dilihat dengan perasaan belaka. Tetapi
diukur dengan firman Allah dan sabda Nabi-Nya. Islam memang tidak pernah mematikan
perasaan, tetapi Islam juga tidak pernah menuhankan perasaan. Sehingga perasaan
tetap diberikan haknya sebatas kapasitasnya. Jika sudah sampai pada garis
penentuan kebenaran dan kebatilan, maka perasaan harus tunduk dibawah kendali
syariat Islam. Walaupun perasaan mengatakan bahwa sesuatu yang dilakukan adalah
baik, tetapi tanyakan kembali apakah Islam mengatakannya sebagai kebaikan.
Jin
mempunyai beragam trik untuk menyesatkan manusia. Permusuhan yang memang tidak
pernah akan berakhir. Pada kasus Firmansyah pun sama, jin mencoba menipu dengan
mengelabuhi banyak orang. Mereka bersembunyi dibalik sesuatu yang kesan
pertamanya sangat Islami. Bayangkan kalau shalawat, Fatihah dan dzikir tertentu
di baca. Tentu akan banyak yang protes, ketika dikatakan bahwa dibalik semua
bacaan baik itu terdapat jin yang bersembunyi.
Tetapi
fakta dari kisah firmansyah seakan kembali membuka mata aqidah kita. Bahwa
sesungguhnya pernyataan Abdullah bin Mas‟ud
benar, “kita diperintahkan untuk mengikuti (Perintah Nabi) dan bukan untuk
berbuat bid‟ah (mengada-ada ajaran sendiri)”.
Sebagai layaknya orang yang haus ilmu, Firmansyah terus memperdalam ilmu apa
saja yang bernuansakan Islam. Mulai dari kirim Al-Fatihah kepada Rasulullah,
para wali dan para orang tua dengan tujuan tawassul. Kemudian shalawat 100 kali
dengan membaca ya lathif sebanyak 100 kali juga kemudian tawassul ini
dilengkapi dengan tawassul kepada haibah Umar untuk diberi kekuatannya.
Mungkin,
bisa saja tidak semua orang mau mengikuti ajaran para dukun yang memerintahkan
ritual kembang, minyak telon, ayam cemani dan sebagainya. Tetapi banyak yang
tergelincir ketika syetan menggunakan cara yang dikemas seakan Islami. Seperti
kasus diatas. Kemudian jin terus mencoba untuk semakin meyakinkan Firmansyah
atau siapapun. Bahwa apa yang dilakukannya, benar-benar Islami. Pada saat
selesai ritual, dia mempunyai kemampuan mengobati orang lain. Bukankah menolong
orang lain suatu kebaikan? Sungguh tipuan maut. Karena pengobatan dengan cara
bekerjasama dengan jin adalah kesesatan sebagaimana surat Al-Jin: 6.
Ketika
ada yang kehilangan, dia juga mampu melihat siapa pencurinya. Benar-benar
syetan menyesatkan. Karena saat Firmansyah kehilangan yang lebih besar yaitu
motornya ternyata dia tidak dapat menemukan siapa pencurinya.
Belum
lagi ilmu syetan yang di labeli dengan ilmu karamah. Kita pernah membahas panjang
lebar pada edisi sebelum ini bahwa karamah tidak bisa dipelajari. Kelebihan
yang didapat dengan dipelajari adalah ilmu sihir.
Jelas
saja ilmu yang dikira baik itu ternyata menyesatkan. Karena diperoleh dengan
cara yang tidak benar. Pada hakekatnya shalawat sangat dianjurkan demikian juga
membaca Al-Fatihah atau membaca nama Allah ya Lathif ya Jabbar. Tetapi itu
semua hanyalah pembuka yang digunakan oleh jin untuk menjerat orang, agar
nampak Islami. Dan berikutnya diembel-embeli dengan sesuatu yang tidak
dibenarkan dalam aqidah Islam. Diantaranya adalah dengan membaca wirid diatas
dalam jumlah tertentu dan diyakini bisa mendatangkan kelebihan.
Syarat-syarat
tambahan itu adalah tambahan dari jin. Lihatlah buktinya, ketika dibaca nama
Allah ya Lathif yang muncul jin Abdul Lathif. Kemudian dibaca ya Jabbar, jin
Abdul Jabbar mengatakan bahwa itu adalah namanya. Dusta besar! Karena Jabbar
adalah nama Allah dan bukan nama pendusta itu. Kemudian meminta dengan haibah
(kewibawaan) Umar termasuk sesuatu yang terlarang. Umar sendiri mencontohkan
ketika hendak melaksanakan sholat Istisqo‟ di
zamannya, dia tidak meminta dengan haibah Rasulullah. Padahal siapapun tahu
bahwa Umar pernah hidup bersama Rasulullah manusia terbaik itu. Tetapi Umar
meminta orang shalih di zamannya untuk berdoa, yaitu paman Nabi Abbas bin Abdul
Muthalib. Kalau meminta dengan jah atau haibah Rasulullah tidak dilakukan oleh
Umar. Maka bagaimana kita meminta dengan haibah selain Rasulullah. Tentu ini
tidak dibenarkan.
Jadi,
banyak kesesatan yang diselipkan oleh jin ditengah-tengah shalawat, bacaan
fatihah dan asmaul husna. Sehingga banyak sekali yang tertipu dalam jeratan jin
yang satu ini.
Dalam
kasus ini, Firmansyah tidak sendirian. Tetapi Firmansyah termasuk yang
beruntung. Jin yang banyak bersarang ditubuhnya telah keluar. Lebih dari itu,
Firmansyah merasa bahwa dirinya telah menemukan jalan kebenaran. Dengan
meninggalkan semua bid‟ah yang telah menjerumuskan. Tekad
untuk membenahi akidah tumbuh kuat di hatinya. Ini jauh lebih mahal dari semua
kehidupan kita.
Untuk
itu berhati-hatilah, karena ternyata salah satu hikmah yang bisa kita ambil
dari kisah Firmansyah adalah bahwa bid‟ah yang sesat itu dijadikan kendaraan jin
untuk menyesatkan dan menyakiti kita. Maka jauhilah bid‟ah dan
hidupkanlah sunnah. (Diambil Dari Majalah Ghoib Edisi 28 Th.2/2 Syawal 1425
H/15 November 2004 M).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar