Rabu, 21 Oktober 2015

DIALOG ANTARA PRESIDEN SUKARNO DAN TEUNGKU MUHD. DAUD BEUREUEH


POLITIK Pemerintah Pusat mengenai perjuangan umat Islam menimbulkan
keresahan di kalangan rakyat Aceh. Dirasakan bahwa jalan bagi perjuangan Islam yang tadinya terbuka lebar, makin hari makin dipersempit sehingga harapan untuk mencapai cita-cita kian lama kian suram.
Pidato Presiden Sukarno di Amuntai yang menyatakan tidak menyukai lahirnya Negara Islam dari Republik Indonesia sangat mengecewakan rakyat Aceh yang ingin melaksanakan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat dan negara. Harapan rakyat ini dibuyarkan oleh pidato Presiden Sukarno tersebut. Padahal pada waktu kunjungannya ke Aceh yang pertama pada tahun 1947, beliau telah memberi harapan bagi perjuangan umat Islam Indonesia umumnya dan umat Islam Aceh khususnya. Dalam kunjungannya itu telah terjadi dialog antara beliau dan Tgk. Muhd. Daud Beureueh yang bagian terakhirnya berbunyi sebagai berikut:



Presiden : "Saya minta bantuan Kakak agar rakyat Aceh turut mengambil bagian dalam perjuangan bersenjata yang sekarang sedang berkobar antara Indonesia dan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945."
Daud Beureueh: "Sdr. Presiden! Kami rakyat Aceh dengan segala senang hati dapat memenuhi permintaan Presiden asal saja perang yang akan kami kobarkan itu berupa perang sabil atau perang "fisabilillah", perang untuk menegakkan agama Allah sehingga kalau ada di antara kami yang terbunuh dalam perang itu maka berarti mati syahid."
Presiden : "Kakak ! Memang yang saya maksudkan adalah perang yang seperti telah dikobarkan oleh pahlawan-pahlawan Aceh yang terkenal seperti Tgk. Tjhik di Tiro dan lain-lain yaitu perang yang tidak kenal mundur, perang yang bersemboyan "merdeka atau syahid."
Daud Beureueh: "Kalau begitu kedua pendapat kita telah bertemu Sdr. Presiden. Dengan demikian bolehlah saya mohon kepada Sdr. Presiden, bahwa apabila perang telah usai nanti, kepada rakyat Aceh diberikan kebebasan untuk menjalankan Syariat Islam di dalam daerahnya."
Presiden : "Mengenai hal itu Kakak tak usah khawatir. Sebab 90% rakyat Indonesia beragama Islam."
Daud Beureueh: "Maafkan saya Sdr. Presiden, kalau saya terpaksa mengatakan, bahwa hal itu tidak menjadi jaminan bagi kami. Kami menginginkan suatu kata ketentuan dari Sdr. Presiden."
Presiden : "Kalau demikian baiklah, saya setujui permintaan Kakak itu."
Daud Beureueh: "Alhamdulillah. Atas nama rakyat Aceh saya mengucapkan
terima kasih banyak atas kebaikan hati Sdr. Presiden. Kami mohon, (sambil menyodorkan secarik kertas kepada Presiden) sudi kiranya Sdr. Presiden
menulis sedikit di atas kertas ini."
Mendengar ucapan Tgk. Muhd. Daud Beureueh itu, langsung Presiden Sukarno menangis terisak-isak. Air matanya yang mengalir di pipinya telah membasahi bajunya. Dalam keadaan terisak-isak Presiden Sukarno berkata, "Kakak! Kalau begitu tidak ada gunanya aku menjadi Presiden. Apa gunanya menjadi Presiden kalau tidak dipercaya."
Langsung saja Tgk. Muhd. Daud Beureueh menjawab: "Bukan kami tidak percaya, Sdr. Presiden. Akan tetapi hanya sekedar menjadi tanda yang akan kami perlihatkan kepada rakyat Aceh yang akan kami ajak untuk berperang." Lantas Presiden Sukarno sambil menyeka air matanya berkata, "Wallah, Billah, kepada daerah Aceh nanti akan diberi hak untuk menyusun rumah tangganya sendiri sesuai dengan Syariat Islam. Dan Wallah, saya akan pergunakan pengaruh saya agar rakyat Aceh benar-benar nanti dapat melaksanakan Syariat Islam di dalam daerahnya. Nah, apakah Kakak masih ragu-ragu juga?"


Dijawab oleh Tgk. Muhd. Daud Beureueh: "Saya tidak ragu lagi Sdr. Presiden. Sekali lagi atas nama rakyat Aceh saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan hati Sdr. Presiden."
Menurut keterangan Tgk. Muhd. Daud Beureueh oleh karena iba
hatinya melihat Presiden menangis terisak-isak, beliau tidak sampai hati
lagi meminta jaminan hitam di atas putih atas janji-janji Presiden Sukarno
itu.(Wawancara dengan Tgk. Muhd. Daud Beureueh.)

Sumber:
TEUNGKU MUHAMMAD DAUD BEUREUEH
Peranannya dalam pergolakan
di Aceh
Oleh
M. NUR EL IBRAHIMY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar